Minggu, 21 Desember 2008

Indra, Mantan Pemalu yang ‘OD’

Indra, Mantan Pemalu yang ‘OD’
by Made Teddy Artiana


Mengajaknya untuk mau foto prewedding sama susahnya dengan menyeret seekor kambing ke air. Sejujurnya, aku sendiri belum pernah memandikan seekor kambing, kalau anjing, burung atau ayam, pernah. Tapi kata orang-orang tua, memandikan seekor kambing memang susah. Mungkin karena itu, kambing meskipun enak, tapi berbau tidak sedap. Karena jarang mandi. Entahlah, hanya kambing yang tahu mengapa mereka bau. Tetapi sama misteriusnya dengan masalah kambing diatas, clientku yang satu ini juga tidak kalah misteriusnya. Entah apa yang ada dalam pikiran Indra (bukan nama sebenarnya), mungkin hanya ia yang tahu. Mungkin –ini hanya tebakanku- jauh lebih mudah berlari memutari GOR Senayan belasan kali, bagi seorang Indra, dibanding harus harus berdiri menunggu difoto oleh seorang fotografer. Jangankan prewedding, hampir 5 tahun pacaran, Indra dan pacar nya tidak pernah punya foto berdua. Ada sih satu…tapi foto itu hasil guntingan. Maksudnya begini, sebenarnya mereka foto beramai-ramai, kemudian saking pengennya Lia (si cewek) punya foto berdua, dia menggunting semua teman-temannya dan menyisakan mereka berdua. Itupun…Indra berada dalam phose yang jauh dibawah standard. Sama sekali bukan foto yang asyik buat disimpen di dompet. Oh iya satu lagi…jika diperhatikan lebih teliti, ada yang ganjil dengan foto itu. Walaupun samar, tampaklah lengan Lia “mencengkeram” bahu Indra, sangat jelas Indra lebih dari sekedar terpaksa melakukannya. Wajahnya persis seperti Kiki, anak tetanggaku sebelah rumah, yang lagi dimarahin sama embahnya karena ketangkep basah maen hujan. Kasihan…ck..ck..ck..

Meskipun bujuk rayu calon istrinya mungkin sudah melebihi godaan para bidadari menggoda Arjuna yang sedang bertapa. Tetapi Indra melebihi Arjuna. Tak bergeming. Meskipun “godaan” meningkat levelnya – karena BIG BOSS alias calon mertua- ikut serta, Indra tetap keukeuh. Beberapa bulan sudah mereka mencoba membujuk Sang Arjuna, tetapi tidak ada hasilnya. Akhirnya para penggoda kehabisan energi. BeTe abis !! There is no prewedding photo. No way !!! Begitu kira-kira kesimpulan akhirnya. Ingin tahu berapa lama acara bujuk-membujuk dan goda-menggoda itu berlangsung…hampir 1 tahun !!!

Akhirnya atas saran ku, acara photo prewedding itu kami eliminasi. Tetapi setelah beberapa saat terlupakan, tiba-tiba sebuah telepon 'aneh' dipagi yang cerah mengagetkan kami. Coba tebak kira-kira apaan…Indra mengajak photo prewedding !!! Gila..!! Ini benar-benar sebuah kejutan yang luar biasa..seperti bangun pagi hari, terus iseng noleh ke Barat, eh tiba-tiba matahari ada di Barat..nah lho…kaget dong pastinya !

Singkat cerita acara prewedding pun tiba. “Kok bisa..?” tanyaku setengah berbisik pada Lia. Yang ditanya cuma tersenyum, toleh kanan kiri kemudian “Sssssttttt…” sambil telunjuknya ditempelkan di depan bibir. ‘Rahasia’..atau ‘udah nggak usah dibahas’…gitu kira-kira maksudnya. Dan akupun balas tersenyum.

Setengah hari berlangsung..tak dinyana Indra ternyata berubah total. Sungguh perubahan yang dramatis, cenderung mulai mengkawatirkan. Betapa tidak, seorang yang luar biasa pemalu, sekarang malah sok bukan cuman ngarahin gaya, malah ngatur angle !! “Mas Teddy ngambilnya dari sana aja Mas…. Coba deh Mas…”. Aku nyaris tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan mata ini. But it’s real !! Malah sekarang Lia mulai agak was-was mengamati gerak-gerik calon suaminya ini…kok semakin genit dan narsis. Dari bersemangat, Lia berubah jadi cemberut..terus mulai uring-uringan..dan meningkat jadi agak emosian. Ada sedikit kecemburuan dan kecurigaan terbersit di matanya. Kemenangan, berubah jadi ancaman serius. Bisa dimengerti sih, kambing-yang tidak pernah mengenal air itu- sekarang malah berenang gaya kupu-kupu di pantai kuta !! Tetapi Si Mantan Pemalu ini seolah nggak peka dan sama sekali tidak menggubris reaksi Lia. Gazzz-waattt !!!
Sampai suatu ketika Indra ngotot untuk mengambil phose sendiri-sendiri. Astaga…gila. Bahkan, Lia yang pengen nimbrung, ditolaknya. “Dik..nanti aja dulu..biar aku dulu”, begitu kilahnya. Bisa dibayangkan shocknya Lia menghadapi perubahan drastis ini. Ini puncaknya. Lia melotot tidak kuasa menahan marah, keqi, curiga dan cemburu kemudian berujar dengan sangat sinis.. “Jadi gini Mas..? Maunya sendiri..yo wis sekalian aku nggak ikutan aja..biar kamu kawin sendiri ae….!!!!!” kemudian balik belakang..ngambek meninggalkan kami. Apa yang terjadi kemudian bisa ditebak..habislah waktu kami beberapa jam untuk membujuk ‘Tuan Putri’ Lia untuk mau melanjutkan foto prewedding.

Indra..Indra…beginilah akibat jika mengkonsumsi obat narsis berlebihan.(end)

Selasa, 09 Desember 2008

Pengalaman “Mengerikan” Di Kota Tua

By Made Teddy Artiana
photographer & writer


Pilihan jatuh pada lokasi Kota Tua. Bagi yang belum tahu, nama Kota Tua diperuntukan bagi Museum Fatahillah dan sekitarnya. Mengapa disebut “Tua” ya karena memang viewnya klasik banget, maklum peninggalan Zaman Londo.

Kedua calon pengantin yang tengah prewedding itupun sudah bersiap-siap. Mereka typical yang simple. Pakaian casual, biasa seragam nasional prewedding, biru-putih. Bawah jeans biru, atas kemeja putih. Dari wajahnya, tampaknya mereka sangat antusias.

Spot pertama yang kupilih adalah terowongan putih, bangunan berstupa merah itu. Biasanya begitu banyak ‘gelandangan’ ataupun tukang ojek sepeda yang tidur diterowongan ini. Pagi ini terowongan itu bersih. Lumayanlah, tugas nge-rethouch di komputer jadi enteng J

Posisi diatur, dan segera prewedding itupun dimulai. Baru sekitar 5 jepretan. Sebuah teriakan mengagetkan kami.
“Hoooooiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii…Baliiii..........Nah ketangkep basah lu”

Aku terperanjat, mengenali sosok itu dan beberapa mahluk yang tampak nyengir kuda dibelakangnya. Gawat !!! Tiga mobil kijang yang parkir didekat kami tidak lain dan tidak bukan adalah teman-teman dari club fotografiku di BCA. Mereka kebetulan sedang hunting dilokasi ini, dan aku karena ada “tugas” prewedding, terpaksa mbolos alias nggak ikutan. Tapi sial…..mereka memergoki ku ditempat ini.

Pasukan haus motret itupun segera membentuk posisi setengah lingkaran. Apa yang aku kuatirkan terjadi. Terlambat untuk kabur. Clientku terkepung. No way out J. Hanya dapat hitungan detik, kira-kira duapuluh fotografer sudah mengeroyok clientku. Kilatan blitz menyala dimana-mana, Moncong-moncong lensa dari yang pendek hingga yang panjang semua terara ke client ku. Belum lagi teriakan-teriakan khas fotografer.

“Ok mbak miring dikit..yak”
“Senyum..bibir dibuka..tahan”
“Mas berdirinya tegak..oke..”
“Matanya…ngeliat sesuatu dong…”
“wajahnya relaks aja..santai..siaaappp”


Keringat tampak mengalir di kening Si Cowok. Grogi, malu, bingung pasti campur aduk jadi satu. Tapi yang cewek…ini bedanya cowok dan cewek.. seolah selebrity di red carpet…dia bergaya…lupa kallo ini prewedding..lupa sama cowoknya ..pendek kata daratan..ha..ha..ha…maklum cewek.

Karena nggak tahan Si Cowok memberi ku kode supaya memberikan pertolongan. Kasihan…ia terlihat shock berat. Akhirnya akupun turun tangan tidak tega menyaksikan ekspresi memelas dari wajahnya. Pengeroyokan selama setengah jam itupun kelar sudah…setelah berbasa-basi dengan kawan-kawan sebentar akupun mohon diri. Sementara Si Cewek masih senyam-senyum tebar pesona..(teteeep)

Sedangkan cowoknya ? Sama sekali beda. Berjalan gontai, dan wajah pucat. Baju lepek sama keringet dingin. Menyeka keringat di jidat sambil menggeleng-gelengkan kepala bergumam…”mengerikan…sungguh-sungguh setengah jam yang mengerikan !!!” (end)

Senin, 08 Desember 2008

Istri atau Kamera ?

by Made Teddy Artiana


Byuuuuuuuuuuurrrrrrrr !!!!!
Hujan deras tiba-tiba saja turun mengguyur Kebun Raya Bogor, bagaikan disiram ember raksasa dari langit. Tanpa dikomando, kami bubar-jalan mencari tempat berteduh. Acara preweddingpun terpaksa di-break sesaat, padahal prewedding baru berlangsung 2-3 jam.

Untung ini kebun raya, jadi tidak terlalu sulit untuk mencari tempat teduh untuk berlindung, lumayan lah. Tetapi yang namanya hujan rupanya tidak kenal kompromi. Bukannya bertambah reda malah semakin lebat. Sekali lagi…-biasa orang indonesia- untuuuung ada beberapa pasangan yang kebetulan lagi nge-date disekitar kami, dan untungnya lagi..mereka bawa payung. Jadi nebenglah kami pada mereka.

“Maaf ya Mas..nebeng” ujarku sesopan mungkin
“Oh nggak apa-apa”, jawab pasangan itu hampir serempak.
“Kayanya kemesraaan jadi terganggu nih”, celetukku mencairkan suasana
“Oh…nggak kok..santai aja Mas”, jawab sang cowok sambil terseyum ramah

Segera setelah mendapat tebengan dalam payung mereka, buru-buru aku mengecek kameraku. Satu persatu kuamati bagian-bagiannya. Syuukuur nggak ada yang basah, kataku membathin. Hampir saja aku membawa seluruh perlengkapan beserta tasnya, tetapi untunglah niat itu aku urungkan. Perlengkapan lain dan tas kamera sudah aku letakkan dalam mobil clientku, jadi aman deh…coba kallo semuanya kubawa…weleh-weleh

“Mas..”, sapaan si cowok mengagetkan ku yang tengah asyik memeriksa kamera.
“Apaan…”, jawabku tanpa menoleh
“Yang disebelah siapa ?”
“Apa..?”, aku memandangnya sebentar
“Maaf, yang disebelah Mas itu siapa ?”, tanyanya sambil melirik kesebelah kananku
“Yang disebelah, ooh Istri”, jawabku singkat.

ASTAGA !!!!
Payung ini khan hanya muat bertiga –pasangan itu dan aku-
berarti Si Wida, istriku………………….YA AMPUUUUNNNNN…!!!!

Bagaikan tersambar petir aku segera menoleh kesebelah kananku. Dan tampaklah Wida, istriku, dengan rambut lepek dan baju basah kuyub, tersiram hujan, memandangiku dengan kesal. Rupanya saking paniknya aku dengan urusan kameraku, sampai-sampai aku lupa memberikan sedikit ruang untuk istriku berteduh. Alhasil, dia berdiri bebas, dan basah kuyub..sekuyub-kuyubnya.

“Ah..aku sih sudah biasa Mas..”, sahut Wida, sambil melirik kearahku
“Untung istriku bisa diajak susah…”, timpalku sambil nyengir menahan malu.

Dan semua orang yang sedang berteduh disitu pun tertawa geli menyaksikan kejadian konyol itu, termasuk clientku.

Wadooowww..kayanya ntar dirumah nih urusannya bakal berat....

***

Sabtu, 06 Desember 2008

He..he..he..Satu Sama, Buat Pak Djody

by Made Teddy Artiana “THE CAMPUHAN”


Kami tiba didepan rumah yang lebih mirip sebuah museum. Gila nih rumah pikirku. Seorang crew yang ku bawa segera turun dari mobil, dan memencet bel. Akupun segera mengikutinya dari belakang. Pagar tinggi dan berat itu pun bergeser perlahan. Dua orang berseragam perlahan tampak. Seorang dari mereka, yang berambut cepak, segera menghampiri kami. Wah bener nih nyasar, pikirku. Walaupun begitu, aku masih mencoba menanyakan alamat yang kami tuju dan menerangkan maksud kedatangan kami padanya.

“Iya benar..disini alamat tersebut”, jawabnya ramah.
“Tapi Pak, rumahnya kok aneh ya ?Rumah atau museum ?”, tanyaku asal jeplak.
Si Bapak Cuma tersenyum, “Silakan masuk Pak Djody sudah menunggu”, jawabnya

Kami mengangguk, kemudian segera naik ke mobil. Sementara pintu gerbang sudah terbuka lebar. Rupanya ada sekitar 5-6 orang berseragam dibalik gerbang itu. Weleh-weleh… ada gerbang lagi…didepan sana, dan dua patung macam besar sedang jongkok didepannya.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu, Eh tunggu..kok Pak Djody..jangan-jangan salah nih. Segera aku turun kembali..dan menghampiri Bapak tadi.

“Lho kok nggak jadi masuk ?”, tanyanya sambil mengerutkan kening
“Pak..kok bisa Pak Djody..saya itu nyari Dewi(bukan nama sebenarnya)”, jawabku," Nah Dewi itu akan bertungan hari ini Pak, kebetulan Dewi meng-hire saya sebagai photographer-nya"
“Iya…iya..masuk aja Mas…Bapak Djody sudah nunggu..”, jawabnya sambil memegang bahuku.
“Tapi Pak..ayah client saya yang namanya Dewi itu sudah meninggal..Nah Pak Djody itu siapa yah..? Apa ini rumah cowoknya ? Masak iya tunangan di rumah cowoknya..?”, kejarku lagi.

Si Bapak tertawa..sementara aku makin kusut nggak mengerti.

“Mas ini photographernya khan ? Anda nggak salah alamat. Rumah yang Mas bilang "aneh" ini rumahnya Pak Djody, Setiawan Djody. Nah Non Dewi itu keponakan beliau. Acara tunangan akan dimulai pukul 18.00 WIB di ruang pertemuan. Bagaimana ? Ada yang belum jelas ??”, jawabnya sambil tersenyum.

"APPAAAAAAA???!!!!", mata kami bertiga pun melotot selebar-lebarnya.
"Ahh yang bener Pak", timpalku masih tidak percaya.
"Iya bener..buat apa saya bohong"
"Ini rumah Setiawan Djody ???", tanyaku ulang.
Si Bapak menggangguk.
"Setiawan Djody yang konglomerat ????"
"Iyaaaa..ada berapa sih Setiawan Djody di Indonesia"
"Becanda kali Pak..??"
"Begini aja..kalian maumau masuk atau tidak ?"
Terlihat jelas Si Bapak mulai tampak kesal.
"Eh..ya..iya..aduh maaf ya Pak..kita masuk kok..oke Bosss..kita masuk..", jawabku sambil nyengir, masih antara sadar dan tidak.
GILAA !!! Ini rumah Setiawan Djody !! S-e-t-i-a-w-a-n D-j-o-d-y lhoooo!!! Dewi kok nggak pernah cerita yah..dia ponakannya konglomerat…geblek….!!! Ngerjain nih…pikirku. Benar-benar kejutan buat kami. Tidak pernah terbayang bahwa sore ini kami sudah ditunggu oleh Pak Djody karena ponakannya akan bertunangan. Mimpi apa nih ???!!!

Sejenak kami bertiga saling berpandangan...masih nggak percaya. Tanpa ba..bi..bu..mobil langsung kami masukkan dan segera sesudah itu…Suzuki APV milikku tampak ‘culun’ di deretan mobil-mobil mewah milik Pak Djody. Yah Setiawan Djody gitu lohhhhh..bathinku dalam hati.

Berdebar-debar juga hati kami masuk kerumah beliau..
wah.. luas bangettt... ck..ck.ck..Kira-kira seperti Kabayan yang datang ke ibukota, nah seperti itu tuh noraknya kami memasuki rumahnya Setiawan Djody.
Pendek kata.. acarapun dimulai. Rombonganpun mulai berdatangan, mula-mula Dewi dan keluarga, kemudian keluarga pria. Lucunya, diantara keluarga pria, rupanya hadir Pak Harto versi Republik Mimpi..yang mirip banget sama aslinya (alm) Presiden Soeharto. Rupanya beliau adalah salah satu Pak De dari calon pria. Unik juga pikirku.

Sementara kami semua telah bersiap di ruang pertemuan itu. Ruangan yang kental aroma seninya. Lukisan-lukisan besar terpampang didindingnya yang kasar. Ruangan inipun mirip museum purbakala. Seekor singa yang diawetkan menghiasi salah satu sudut ruangan menambah kesan unik ruangan ini. Pak Harto Republik mimpi yang jadi pusat perhatian tampak tersenyum-senyum sedari tadi. Asli mirip banget…ha..ha.ha..

Dan yang ditunggu-tunggu pun datanglah, yang punya rumah….Mereka semua berdiri menyambut Pak Djody. Wah…ini dia nih..baru kali ini bisa mendekat sedekat ini pikirku. Sambil mengabadikan setiap momen dengan kamera ditanganku. Mataku tidak pernah lepas dari sosok Pak Djody..aku memperhatikan gerak-gerik beliau. Ohh ini toh konglomerat plus seniman itu. Simpatik juga.

Pak Djody tampak senyum-senyum..menyalami beberapa orang, kemudian mengambil tempat duduk persis di depan patung singa itu. Konglomerat dengan latar belakang Singa Afrika. Sejenak beliau duduk diam sambil mempertahankan senyuman dibibirnya. Perlahan-lahan beliau mulai mengamati para tamu yang hadir, sambil sesekali memberi anggukan plus senyuman selamat datang. Satu..persatu..tetapi persis ketika tatapan beliau tiba di sosok Pak Harto, Pak Djody tampak terkejut. Beliau menoleh lagi -maklum tokoh Pak Harto memang terkenal dekat dengan beliau, apalagi saat itu Pak Harto tengah berada di Rumah Sakit karena komplikasi yang diderita bertambah parah- ekspresi beliau begitu jelas menunjukkan keterjutan itu. Sampai-sampai matanya terbelalak, serta badannya agak berguncang sedikit. Beberapa saat beliau terperangah, matanya berkedip beberapa saat, seolah memastikan ini khayalan atau apa.
Aku yang kebetulan memperhatikan hal itu sempat geli sendiri, hampir saja aku tidak dapat menahan tawaku. Kayaknya Si Boss kaget nih, pikirku. Untunglah kejadian itu tidak berlarut-larut, seseorang kerabat dekat, yang kebetulan duduk di sebelah Pak Djody -yang tampaknya juga memperhatian hal itu- segera berkomentar.

“Pak Harto abal-abal itu Mas…”
“Walaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhh..kaget aku”, jawab Pak Djody dengan wajah memerah, sambil menepuk pahanya.
Reaksi ini mengundang tawa hadirin, termasuk Pak Harto abal-abal. Entah karena malu atau geli sendiri, Pak Djody mengambil mikrophone, lalu segera berucap.
“Pak maaf saya belum sempat nengok Bapak..saya mohon maaf ya Pak…”

Dan seluruh ruanganpun pecah oleh gemuruh tawa.
Ternyata bukan cuman aku yang menerima kejutan hari itu…Pak Djody ternyata kaget juga yah ketemu Pak Harto :-)
***






Jumat, 05 Desember 2008

Lelucon Wartawan di Pernikahan Anak Sri Sultan (part 2)

By Made Teddy Artiana, S. Kom
Photographer & Writer


Dalam situasi seperti sekarang susah membedakan mana abdi dalem keraton mana wartawan dan fotografer. Tetapi tetap ada bedanya dong…Kami bawa kamera dan tanda pengenal..kallo abdi keraton bawa sajen..hi..hi..hi

Tapi, berkeliaran motret pengantin dengan berbelangkon, mengenakan kamben, berbaju ala abdi dalem, tanpa alas kaki alias “nyeker”, berkalung tanda pengenal khusus dan berjongkok-jongkok di antara para pengawal keraton dan ketatnya aturan keraton Jogjakarta tentunya merupakan cerita yang tidak biasa...Jujur pemotretan kali ini..aku merasa lebih sebagai abdi dalem ketimbang seorang berfrofesi sebagai fotografer. Tapi..entah mengapa aku sangat menikmatinya. Mungkin karena keraton Jogja adalah termasuk lokasi favorit ku. Setiap ada sessi pemotretan prewedding disini, aku akan selalu menyempatkan diri untuk ‘sowan’ dan ‘hunting’ kekeraton.

Waktu itu sedang diadakan prosesi tantingan. Sri Sultan menanyakan kembali niat/keseriusan putrinya untuk berumah tangga, kira-kira begitu artinya. Aku dan beberapa rekan dari majalan ibu kota sudah menunggu-nunggu sejak tadi. Akhirnya prosesi itu dimulai. Uniknya kami dilarang mendekat. Jarak antara kami dan prosesi itu kira-kira 20-25 meter, cukup jauh. Untunglah aku sudah menyiapkan lensa tele kesayanganku. Amaaaaaan.

Sedang asyik motret, tiba-tiba seorang teman yang dikirm oleh sebuah majalah wanita terkenal di Jakarta, terdengar ngedumel nggak karuan.

“Kenapa Mas ?”, tanya seorang wartawan TV Swasta kepadanya.
“Aku lupa bawa lensa tele…waduuh nggak boleh deket lagi…guawaaat ini..aku bisa diomelin nih..”, jawabnya.
“Kallo mau bisa kia kasih kok”, jawabku menawarkan bantuan,”santai aja Mas”.

Dia malah nyengir jahil. Kami semua mengerutkan dahi.

“Kok nyengir..?”, tanya seseorang yang lain.
“Orang Jawa itu ya begini Mas….”, jawabnya,”segala situasi…masih bersyukur…untungggg..saja”
“maksudnya”, kejarku tak sabar
“Gini lho Mas…untung Gusti Nurkamnari itu besar(maksudnya gemuk), jadi tanpa telepunmasih dapat terlihat”, sahutnya kalem.

Karuan jawaban konyol ini membuat kami cekikikan ramai-ramai.
Dasar wartawan...ada aja..bahannya…!

***

Lelucon Wartawan di Wedding Anak Sri Sultan (1)

by Made Teddy Artiana, S. Kom
Photographer & Writer

Pemotretan wedding kali ini sangat istimewa. Pernikhan yang akan kami liput adalah pernikahan Gusti Nurkamnari Dewi, anak ketiga Ngarso Dalem (Sultan Hamengkubuwono X).Nurkamnari Dewi, memang istimewa. Ada beberapa hal yang membuat ia layak mendapatkan 'predikat' tersebut. Pertama, karena ia adalah anak dari orang nomor satu Jogja. Kedua, karena ia dikenal sangat merakyat. Ketiga, karena ukuran tubuhnya yang besar(gemuk), walaupun siapapun sepakat bahwa ia berwajah cantik..ehm...maaf ya Gusti :-)

Beberapa hari sebelum pemotretan aku mendapat kesempatan langka, bertandang kerumah orang nomor satu Jogja tersebut. Tebak apa yang kutemui...Sri Sultan tengah bercelana pendek bermain mobil-mobilan dengan cucu bersama istri tercinta (kanjeng Ratu Hemas) di teras belakang rumah. Bahkan setelah bercakap-cakap sekian lama..aku baru sadar bahwa beliau adalah Raja Jogja itu sendiri..weleh-weleh. Sungguh jauuuuuuuh dari bayanganku, tentang keangkeran seorang raja. Memang beliau-beliau adalah orang-orang yang mulia namun sederhana. Tak heran jika tidak hanya rakyat Jogja, melainkan begitu banyak orang di negeri ini mencintai beliau.

Banyak cerita lucu didalamnya..terutama ketika berbaur dengan rekan-rekan dari crew televisi dan majalah dari Jakarta. Ketatnya peraturan kadang membuat kami frustasi tapi apa boleh buat..jangankan kami..Sri Sultan pun ‘harus’ menaati peraturan-peraturan tersebut. Apalagi kami.. Tapi justru disana indahnya negara ini bukan ? Begitu banyak adat dan budaya yang unik didalamnya. Apakah ini beban ? Aku rasa tidak sama sekali. Inilah kekayaan Indonesia Raya.

Salah satu cerita lucu didalamnya adalah ketika prosesi gendongan. Dalam prosesi ini mempelai laki-laki (Mas Jun) harus menggendong mempelai wanita (Nurkamnari) yang memiliki ukuran tubuh lebih besar dari nya...didepan mertua dan khalayak undangan.(Waduh mohon maaf sekali lagi ya Gusti Dewi :-))

Nah khusus untuk prosesi tersebut didatangkanlah seorang ‘stutmant’ yang cukup kekar yang bertugas membantu Mas Jun melakukan prosesi tersebut. Tak urung membuat kami semua tersenyum-senyum geli, tidak terkecuali Ngarso Dalem (Sri Sultan), walau tampak mengikuti acara dengan hikmat namun semburat senyuman tampak jelas di wajah arief beliau.

Seorang crew TV Swasta didekatku dengan mimik serius sembari menggeleng-gelengkan kepala bergumam "Memang berat ya Mas Made, jadi mantu Raja…."Kontan aku dan beberapa teman-teman wartawan meledak oleh tawa...sebelum pelototan seorang pengawal keraton membuat kami terpaksa terdiam.

“Mbok jangan dibahas toh Mas…”, katanya sok berwibawa..tapi sekaligus menahan tawa (juga).



****Selamat berbahagia dan sukses selalu buat Mbak Dewi dan Mas Jun...
We All Love You Guys !!!

Pernikahan Nurkamnari Dewi dan Jun Prasetyo dapat disaksikan di
http://nurkamnaridewi.multiply.com/

salam hangat,
MTA - Made Teddy Artiana

Beberapa Saat Bersama Bu Mega dan Pak Taufik

by Made Teddy Artiana, S. Kom
photographer & writer


Kedatangan dua orang inilah yang kami tunggu-tunggu. Beliau datang tepat waktu, kira-kira sepuluh menit sebelum acara dijadwalkan. Megawati dan Taufik Kemas, kedua pasangan 'langka dan termasyhur' di Indonesia. Mengapa 'langka dan termashyur' ? Coba jarang-jarang ada passangan suami istri yang masing-masing punya prestasi spektakuler dibidangnya. Bu Mega..yang nggak kenal Bu Mega sih kebangetan !!! Pak Taufik..siapapun tahu beliau pengusaha sukses yang briliant. Dan kini keduanya datang, mengendarai mobil hitam yang sangat jarang terlihat di Indonesia, berhenti didepan Sasono Utomo yang megah. Wah keren…Meskipun begitu keduanya turun dengan wajah yang amat ramah dan bersahabat. Sepasukan penyambut termasuk Pak Theo Syafei dan Ibu sudah bersiap menyongsong. Sama sekali tidak terlihat kesan resmi, kaku, dingin versi pejabat-pejabat, yang ada justru jabat tangan, tawa lepas dan keadaan yang sangat santai. Aku dan crew photographyku segera beraksi mengabadikan moment ini. Tapi ada satu hal yang membuat aku agak kaget…Bu Mega kok jadi langsing….(maaf ya Bu…..)..wah kejutan nih….serius...sangat jauh berbeda dibanding waktu lalu. Apalagi wajah beliau…(ah nanti deh..he..he..)

Mbak Rara –yang merupakan anggota DPR dibawah naungan merahnya PDIP- dan Bang Syamsul –yang adalah pejabat tinggi di Kejaksaan Agung- rupanya meminta beliau-beliau itu untuk menjadi saksi diacara pencatatan pernikahan mereka. Dan Pak Taufik beserta Bu Megapun datang memenuhi undangan mereka. Akad nikah sudah dilakukan di Masjidil Harom di Mekah sana. Sedangkan resepsi, malam nanti, ditempat yang sama Sasono Utomo, lengkap dengan Mbak Oneng dan Bang Miing 'Bagito' sebagai MC.

Dekor dan segala sesuatunya sudah siap, panitia yang dikomandoi oleh Bapak Ahmad Junaidi bekerja cermat, begitu juga seksi acara Ibu Jujuk-spesialis pernikahan Palembang- dan tidak lupa seksi super sibuk, yang walaupun bekerja dibelakang layar, nyata hasilnya, Nira, sekretaris Mbak Rara, yang tentunya sangat besar peranannya.

Acara pencatatan nikahpun dimulai. Berlangsung mengalir namun hikmat. Mbak Rara dan Bang Syamsul nampak serasi bak raja dan ratu dari kerajaan Sriwijaya di Palembang sana. Mbak Rara yang berkulit putih bersih nampak cantik dan begitu menyatu dengan pakaian Palembang yang megah. Sementara Bang Syamsul yang berkarakter tenang, bertubuh tegap kekar dan berkulit sawo matang tampak macho berwibawa. Belum lagi background pelaminan..wah pokoknya seperti dibawa kejaman kerajaan tempo doeloe lah.

Sementara acara berjalan..aku menjalankan rencanaku…he..he..sambil menyelam minum air. Ada sebuah perasaan penasaran yang kuat yang menunggu dipuaskan nih. Maklum, baru kali ini aku mendapat kesempatan mendekat ke Bu Mega, tanpa diganggu protokoler. Wong photographer gitu loh..masak iya nggak boleh deket. Alhasil aku mendekat dong. Dan ternyata..ya ampuuuuun..ternyata wajah Bu Mega memang halus banget dan mohon dicatat…'tanpa dempul'. Dalam soal potret-memotret seringkali aku melihat istri atau wanita pejabat yang bermakeup tebal dan dipenuhi dempul disana sini. Tadinya….maaf ya Bu…aku mengira Bu Mega itu wajahnya juga bernasib sama, tapi perkiraanku meleset. Itu asli lho..dan makeupnya soft banget. Wah Bu Mega jadi anggun sekali. Aku bolak-balik memperhatikan kamera dan wajah Bu Mega bergantian..eh bener lho..Ibu tidak hanya berwibawa tapi anggun sekali. Pak Taufik memang jeli memilih istri….he..he..he…. Kayanya yang muda-muda nih harus belajar dari Pak Taufik :-). Tiba-tiba saja mata kami beradu pandang..dan Bu Mega tersenyum, Aku jadi malu sendiri. Ada dua kemungkinan, yang pertama : beliau senang melihat seragam 'Pecalang' kami yang Bali banget. Takhu kain kotak-kotak poleng versi Bali…Nah begitulah seragam The Campuhan, photography ku. Kedua, beliau tahu aku sedang memperhatikan beliau. Yah namanya juga orang Bali…Orang Bali mana sih yang hatinya tidak ditempati Bu Mega. Bu Mega sampai kapanpun punya tempat tersendiri di hati kami, bukan karena PDIP, tetapi lebih kepada darah Bali yang mengalir dalam beliau. Nenek beliau berasal dari Desa Liligundi, Kabupaten Buleleng sana.

Sedang asyik motret Bu Mega dari berbagai angle..tiba-tiba Pak Taufik menoleh kearahku, dan melambaikan tangannya. Astaga..gawat nih !!! bathinku…kayanya bakal ditegur nih. Aku terperangah. Pak Taufik mengulangi lagi lampaian tangannya. Sementara ratusan pasang mata undangan kini mengarah kerarah aku. Lemas badan ini terasa, dengan setengah gemetar aku berjalan mendekati beliau. "Mas, tolong ambil itu..", ujar beliau setengah berbisik didekat ku. Ohhhhhhhhhh rupanya selendang putih mirip petugas KUA terjatuh dibawah meja, tanpa disadari oleh yang punya, sementara Pak Taufik kawatir akan terinjak oleh petugas KUA itu sendiri, karenanya beliau meminta aku mengambilkannya. Huuuuuuuhhh aku kira bakal dimarah karena motretin Bu Mega terus-terusan..hua..ha..ha..ha..ha..ha..ha….

Aku segera membungkuk bergerak mengambil selendang itu dan memberikan ke petugas KUA, sambil menoleh ke arah Pak Taufik yang tersenyum. "Terima kasih yah", sapa Pak Taufik lembut sambil menganggukkan kepalanya dengan hormat…Wah kalau seorang Taufik Kiemas saja mengganggukkan kepala kepadaku berterimakasih..berarti aku yang notabene berusia jauh lebih muda harus lebih dari itu.....dan akupun setengah membungkukkan badan.
Terus terang jarang-jarang ada orang terkenal yang berterimakasih 'dengan sungguh-sungguh' seperti itu. Seringkali pejabat/orang kaya/orang terkenal berterima kasih hanya senyum, atau ucapan singkat "thank's" atau senyum kemudian melengos. That's it !! Tapi Pak Taufik Kiemas memberi contoh yang sama sekali berbeda. Teladan yang baik. Thank's Sir !!!

Teladan yang sama, ditunjukkan oleh Bu Mega dan Pak Taufik, ketika prosesi sungkem. Pak Taufik dan Bu Mega berada juga dijajaran orang yang akan disungkemi oleh pengantin. Beliau segera saja berdiri dari kursinya ketika kedua pasangan itu menghampiri hendak mohon doa restu.
"Jangan berlutut, berdiri saja yah…" sapa lembut Bu Mega sambil kedua tangannya merangkul Mbak Rara, sementara Pak Taufik terlihat melakukan hal yang sama pada Bang Syamsul. Suasana tampak haru-biru, mungkin karena kedua orang tua, kedua pasangan itu telah tiada.

Yang jelas hari ini tiga hal utama yang aku lihat dan pelajari.
Yang pertama : belajar dari Pak Taufik kesopanan yang harus tetap dijaga.
Kedua : ternyata Bu Mega itu walaupun berwibawa tetapi tetap berwajah halus, anggun dan ayu...(mungkin karena darah Bali nya..he..he..he..)
Ketiga : "Pak Taufik gelang etnik bebatuan hijau ditangan kiri Bapak asli keeeeeeeeeeeeerrrrrren banget Pak..he..he..he.."

***