Jumat, 05 Desember 2008

Beberapa Saat Bersama Bu Mega dan Pak Taufik

by Made Teddy Artiana, S. Kom
photographer & writer


Kedatangan dua orang inilah yang kami tunggu-tunggu. Beliau datang tepat waktu, kira-kira sepuluh menit sebelum acara dijadwalkan. Megawati dan Taufik Kemas, kedua pasangan 'langka dan termasyhur' di Indonesia. Mengapa 'langka dan termashyur' ? Coba jarang-jarang ada passangan suami istri yang masing-masing punya prestasi spektakuler dibidangnya. Bu Mega..yang nggak kenal Bu Mega sih kebangetan !!! Pak Taufik..siapapun tahu beliau pengusaha sukses yang briliant. Dan kini keduanya datang, mengendarai mobil hitam yang sangat jarang terlihat di Indonesia, berhenti didepan Sasono Utomo yang megah. Wah keren…Meskipun begitu keduanya turun dengan wajah yang amat ramah dan bersahabat. Sepasukan penyambut termasuk Pak Theo Syafei dan Ibu sudah bersiap menyongsong. Sama sekali tidak terlihat kesan resmi, kaku, dingin versi pejabat-pejabat, yang ada justru jabat tangan, tawa lepas dan keadaan yang sangat santai. Aku dan crew photographyku segera beraksi mengabadikan moment ini. Tapi ada satu hal yang membuat aku agak kaget…Bu Mega kok jadi langsing….(maaf ya Bu…..)..wah kejutan nih….serius...sangat jauh berbeda dibanding waktu lalu. Apalagi wajah beliau…(ah nanti deh..he..he..)

Mbak Rara –yang merupakan anggota DPR dibawah naungan merahnya PDIP- dan Bang Syamsul –yang adalah pejabat tinggi di Kejaksaan Agung- rupanya meminta beliau-beliau itu untuk menjadi saksi diacara pencatatan pernikahan mereka. Dan Pak Taufik beserta Bu Megapun datang memenuhi undangan mereka. Akad nikah sudah dilakukan di Masjidil Harom di Mekah sana. Sedangkan resepsi, malam nanti, ditempat yang sama Sasono Utomo, lengkap dengan Mbak Oneng dan Bang Miing 'Bagito' sebagai MC.

Dekor dan segala sesuatunya sudah siap, panitia yang dikomandoi oleh Bapak Ahmad Junaidi bekerja cermat, begitu juga seksi acara Ibu Jujuk-spesialis pernikahan Palembang- dan tidak lupa seksi super sibuk, yang walaupun bekerja dibelakang layar, nyata hasilnya, Nira, sekretaris Mbak Rara, yang tentunya sangat besar peranannya.

Acara pencatatan nikahpun dimulai. Berlangsung mengalir namun hikmat. Mbak Rara dan Bang Syamsul nampak serasi bak raja dan ratu dari kerajaan Sriwijaya di Palembang sana. Mbak Rara yang berkulit putih bersih nampak cantik dan begitu menyatu dengan pakaian Palembang yang megah. Sementara Bang Syamsul yang berkarakter tenang, bertubuh tegap kekar dan berkulit sawo matang tampak macho berwibawa. Belum lagi background pelaminan..wah pokoknya seperti dibawa kejaman kerajaan tempo doeloe lah.

Sementara acara berjalan..aku menjalankan rencanaku…he..he..sambil menyelam minum air. Ada sebuah perasaan penasaran yang kuat yang menunggu dipuaskan nih. Maklum, baru kali ini aku mendapat kesempatan mendekat ke Bu Mega, tanpa diganggu protokoler. Wong photographer gitu loh..masak iya nggak boleh deket. Alhasil aku mendekat dong. Dan ternyata..ya ampuuuuun..ternyata wajah Bu Mega memang halus banget dan mohon dicatat…'tanpa dempul'. Dalam soal potret-memotret seringkali aku melihat istri atau wanita pejabat yang bermakeup tebal dan dipenuhi dempul disana sini. Tadinya….maaf ya Bu…aku mengira Bu Mega itu wajahnya juga bernasib sama, tapi perkiraanku meleset. Itu asli lho..dan makeupnya soft banget. Wah Bu Mega jadi anggun sekali. Aku bolak-balik memperhatikan kamera dan wajah Bu Mega bergantian..eh bener lho..Ibu tidak hanya berwibawa tapi anggun sekali. Pak Taufik memang jeli memilih istri….he..he..he…. Kayanya yang muda-muda nih harus belajar dari Pak Taufik :-). Tiba-tiba saja mata kami beradu pandang..dan Bu Mega tersenyum, Aku jadi malu sendiri. Ada dua kemungkinan, yang pertama : beliau senang melihat seragam 'Pecalang' kami yang Bali banget. Takhu kain kotak-kotak poleng versi Bali…Nah begitulah seragam The Campuhan, photography ku. Kedua, beliau tahu aku sedang memperhatikan beliau. Yah namanya juga orang Bali…Orang Bali mana sih yang hatinya tidak ditempati Bu Mega. Bu Mega sampai kapanpun punya tempat tersendiri di hati kami, bukan karena PDIP, tetapi lebih kepada darah Bali yang mengalir dalam beliau. Nenek beliau berasal dari Desa Liligundi, Kabupaten Buleleng sana.

Sedang asyik motret Bu Mega dari berbagai angle..tiba-tiba Pak Taufik menoleh kearahku, dan melambaikan tangannya. Astaga..gawat nih !!! bathinku…kayanya bakal ditegur nih. Aku terperangah. Pak Taufik mengulangi lagi lampaian tangannya. Sementara ratusan pasang mata undangan kini mengarah kerarah aku. Lemas badan ini terasa, dengan setengah gemetar aku berjalan mendekati beliau. "Mas, tolong ambil itu..", ujar beliau setengah berbisik didekat ku. Ohhhhhhhhhh rupanya selendang putih mirip petugas KUA terjatuh dibawah meja, tanpa disadari oleh yang punya, sementara Pak Taufik kawatir akan terinjak oleh petugas KUA itu sendiri, karenanya beliau meminta aku mengambilkannya. Huuuuuuuhhh aku kira bakal dimarah karena motretin Bu Mega terus-terusan..hua..ha..ha..ha..ha..ha..ha….

Aku segera membungkuk bergerak mengambil selendang itu dan memberikan ke petugas KUA, sambil menoleh ke arah Pak Taufik yang tersenyum. "Terima kasih yah", sapa Pak Taufik lembut sambil menganggukkan kepalanya dengan hormat…Wah kalau seorang Taufik Kiemas saja mengganggukkan kepala kepadaku berterimakasih..berarti aku yang notabene berusia jauh lebih muda harus lebih dari itu.....dan akupun setengah membungkukkan badan.
Terus terang jarang-jarang ada orang terkenal yang berterimakasih 'dengan sungguh-sungguh' seperti itu. Seringkali pejabat/orang kaya/orang terkenal berterima kasih hanya senyum, atau ucapan singkat "thank's" atau senyum kemudian melengos. That's it !! Tapi Pak Taufik Kiemas memberi contoh yang sama sekali berbeda. Teladan yang baik. Thank's Sir !!!

Teladan yang sama, ditunjukkan oleh Bu Mega dan Pak Taufik, ketika prosesi sungkem. Pak Taufik dan Bu Mega berada juga dijajaran orang yang akan disungkemi oleh pengantin. Beliau segera saja berdiri dari kursinya ketika kedua pasangan itu menghampiri hendak mohon doa restu.
"Jangan berlutut, berdiri saja yah…" sapa lembut Bu Mega sambil kedua tangannya merangkul Mbak Rara, sementara Pak Taufik terlihat melakukan hal yang sama pada Bang Syamsul. Suasana tampak haru-biru, mungkin karena kedua orang tua, kedua pasangan itu telah tiada.

Yang jelas hari ini tiga hal utama yang aku lihat dan pelajari.
Yang pertama : belajar dari Pak Taufik kesopanan yang harus tetap dijaga.
Kedua : ternyata Bu Mega itu walaupun berwibawa tetapi tetap berwajah halus, anggun dan ayu...(mungkin karena darah Bali nya..he..he..he..)
Ketiga : "Pak Taufik gelang etnik bebatuan hijau ditangan kiri Bapak asli keeeeeeeeeeeeerrrrrren banget Pak..he..he..he.."

***

Tidak ada komentar: